Artikel Baru

Perilaku Taat, Kompetisi dalam Kebaikan, dan Etos Kerja

KD. Pengetahuan
3.1 Menganalisis makna Q.S. al-Maidah/5 : 48; Q.S. an-Nisa/4: 59, dan Q.S. at-Taubah/9 : 105, serta Hadis tentang taat pada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan etos kerja

KD. Keterampilan
4.1.1. Membaca Q.S. al-Maidah/5 : 48; Q.S. an-Nisa/4: 59, dan Q.S. at-Taubah/9 : 105 sesuai dengan kaidah tajwid dan makharijul huruf
4.1.2. Mendemonstrasikan hafalan Q.S. al-Maidah/5 : 48; Q.S. an-Nisa/4: 59, dan Q.S. at-Taubah/9 : 105 dengan fasih dan lancar
4.1.3. Menyajikan keterkaitan antara perintah berkompetisi dalam kebaikan dengan kepatuhan terhadap ketentuan Allah sesuai dengan pesan Q.S. al-Maidah/5 : 48; Q.S. an-Nisa/4: 59, dan Q.S. at-Taubah/9 : 105


Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran, peserta didik diharapkan dapat:
• Terbiasa membaca al-Qur’an dengan meyakini bahwa taat pada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan etos kerja sebagai perintah agama
• Bersikap taat aturan, tanggung jawab, kompetitif dalam kebaikan dan kerja keras sebagai implementa-si dari pemahaman Q.S. al Maidah/5: 48; Q.S. an-Nisa/4: 59; dan Q.S. at-Taubah /9: 105 serta Hadis yang terkait
• Membaca Q.S. an-Nisā'/4: 59, Q.S. al-Māidah/5: 48, Q.S. at-Taubah/9: 105 sesuai dengan kaidah tajwĩd dan makhrajul huruf.
• Menyebutkan arti Q.S. an-Nisā'/4: 59, Q.S. al-Māidah/5: 48, Q.S. at-Taubah/9:105.
• Menjelaskan makna isi Q.S. an-Nisā'/4: 59, Q.S. al-Māidah/5: 48, Q.S. at Taubah/9: 105 sesuai dengan kaidah tajwĩd dan makhrajul huruf.
• Mendemonstrasikan hafalan Q.S. an-Nisā'/4: 59, Q.S. al-Māidah/5: 48, Q.S. at-Taubah /9: 105 sesuai dengan kaidah tajwĩd dan makhrajul huruf.
• Menampilkan contoh perilaku taat kompetitif dalam kebaikan dan kerja keras berdasarkan Q.S. an-Nisā'/4: 59, QS. al-Māidah/5: 48, dan Q.S. at-Taubah/9:105.
• Mendemonstrasikan hafalan Q.S. al-Maidah/5 : 48; Q.S. an-Nisa/4: 59, dan Q.S. at-Taubah/9 : 105 dengan fasih dan lancar
• Menyajikan keterkaitan antara perintah berkompetisi dalam kebaikan dengan kepatuhan terhadap ketentuan Allah sesuai dengan pesan Q.S. al-Maidah/5 : 48; Q.S. an-Nisa/4: 59, dan Q.S. at-Taubah/9 : 105

A. Pentingnya Taat kepada Aturan
Taat memiliki arti tunduk (kepada Allah Swt., pemerintah, dsb.) tidak berlaku curang, dan atau setia. Aturan adalah tindakan atau perbuatan yang harus dijalankan. Taat pada aturan adalah sikap tunduk kepada tindakan atau perbuatan yang telah dibuat baik oleh Allah Swt., nabi, pemimpin, atau yang lainnya.

Di sekolah terdapat aturan, di rumah terdapat aturan, di lingkungan masyarakat terdapat aturan, di mana saja kita berada, pasti ada aturannya. Aturan dibuat tentu saja dengan maksud agar terjadi ketertiban dan ketenteraman. Mustahil aturan dibuat tanpa ada tujuan. Oleh karena itu, wajib hukumnya kita menaati aturan yang berlaku.

Aturan yang paling tinggi adalah aturan yang dibuat oleh Allah Swt., yaitu terdapat pada al-Qur’an. Sementara di bawahnya ada aturan yang dibuat oleh Nabi Muhammad Saw., yang disebut sunah atau hadis. Di bawahnya lagi ada aturan yang dibuat oleh pemimpin, baik pemimpin pemerintah, negara, daerah, maupun pemimpin yang lain, termasuk pemimpin keluarga.

Peranan pemimpin sangatlah penting. Sebuah institusi, dari terkecil sampai pada suatu negara sebagai institusi terbesar, tidak akan tercapai kestabilannya tanpa ada pemimpin. Tanpa adanya seorang pemimpin dalam sebuah negara, tentulah negara tersebut akan menjadi lemah dan mudah terombang-ambing oleh kekuatan luar. Oleh karena itu, Islam memerintahkan umatnya untuk taat kepada pemimpin karena dengan ketaatan rakyat kepada pemimpin (selama tidak maksiat), akan terciptalah keamanan dan ketertiban serta kemakmuran. Firman Allah Swt dalam Al-Qur’an

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا 

 Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan)) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. an-Nisa/4: 59) 

Q.S. an-Nisa/4: 59 memerintahkan kepada kita untuk menaati perintah Allah Swt., perintah Rasulullah Ssaw., dan ulil amri. Ketaatan kepada mereka (ulil amri) tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan atau bersyarat dengan ketaatan kepada Allah Swt. dan rasul-Nya. Artinya, apabila perintah itu bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Allah dan rasul-Nya, tidak dibenarkan untuk taat kepada mereka. 

Lebih lanjut Rasulullah Saw. menegaskan dalam hadis “Dari Abi Abdurahman, dari Ali sesungguhnya Rasulullah bersabda... Tidak boleh taat terhadap perintah bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam hal yang makruf.” (H.R. Muslim) 

 Umat Islam wajib menaati perintah Allah Swt. dan Rasul-Nya dan diperintahkan pula untuk mengikuti atau menaati pemimpinnya. Tentu saja, apabila pemimpinnya memerintahkan kepada hal-hal yang baik. Apabila pemimpin tersebut mengajak kepada kemungkaran, wajib hukumnya untuk menolak.

B. Kompetisi dalam Kebaikan
Hidup adalah kompetisi. Bukan hanya untuk menjadi yang terbaik, tetapi juga kompetisi untuk meraih cita-cita yang diinginkan. Namun sayang, banyak orang terjebak pada kompetisi semu yang hanya memperturutkan syahwat hawa nafsu duniawi dan jauh dari suasana robbani. Lalu, bagaimanakah selayaknya kompetisi bagi orang-orang yang beriman? Allah Swt. telah memberikan pengarahan bahkan penekanan kepada orang-orang beriman untuk berkompetisi dalam kebaikan sebagaimana firman-Nya: 

 وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ بِٱلْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ ۖ فَٱحْكُم بَيْنَهُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَآءَهُمْ عَمَّا جَآءَكَ مِنَ ٱلْحَقِّ ۚ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا ۚ وَلَوْ شَآءَ ٱللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَٰحِدَةً وَلَٰكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِى مَآ ءَاتَىٰكُمْ ۖ فَٱسْتَبِقُوا۟ ٱلْخَيْرَٰتِ ۚ إِلَى ٱللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ 

 Artinya: “Dan Kami telah menurunkan Kitab (al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlombalombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan.” (Q.S. al-Maidah/5: 48)

Pada Q.S. al-Maidah/5:48 Allah Swt. menjelaskan bahwa setiap kaum diberikan aturan atau syariat. Syariat setiap kaum berbeda-beda sesuai dengan waktu dan keadaan hidupnya. Meskipun mereka berbeda-beda, yang terpenting adalah semuanya beribadah dalam rangka mencari rida Allah Swt., atau berlomba-lomba dalam kebaikan.

Ayat ini membicarakan bahwa al-Qur’an memiliki kedudukan yang sangat tinggi; al-Qur’an sebagai pembenar kitab-kitab sebelumnya; juga sebagai penjaga kitab-kitab tersebut. Dengan menekankan terhadap dasar-dasar ajaran para nabi terdahulu, al-Qur’an juga sepenuhnya memelihara keaslian ajaran itu dan menyempurnakannya.

Akhir ayat ini juga mengatakan, perbedaan syariat tersebut seperti layaknya perbedaan manusia dalam penciptaannya, bersuku-suku, berbangsa-bangsa. Semua perbedaan itu adalah rahmat dan untuk ajang saling mengenal. Ayat ini juga mendorong pengembangan berbagai macam kemampuan yang dimiliki oleh manusia, bukan malah menjadi ajang perdebatan. Semua orang dengan potensi dan kadar kemampuan masing-masing, harus berlomba-lomba dalam melaksanakan kebaikan. Allah Swt. senantiasa melihat dan memantau perbuatan manusia dan bagi-Nya tidak ada sesuatu yang tersembunyi.

Mengapa kita diperintahkan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan? Paling tidak ada beberapa alasan, antara lain sebagai berikut.

Pertama, bahwa melakukan kebaikan tidak bisa ditunda-tunda, melainkan harus segera dikerjakan. Sebab kesempatan hidup sangat terbatas, begitu juga kesempatan berbuat baik belum tentu setiap saat kita dapatkan. Kematian bisa datang secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya. Oleh karena itu, begitu ada kesempatan untuk berbuat baik, jangan ditunda-tunda lagi, tetapi segera dikerjakan.

Kedua, bahwa untuk berbuat baik hendaknya saling memotivasi dan saling tolong-menolang, di sinilah perlunya kolaborasi atau kerja sama. Lingkungan yang baik adalah lingkungan yang membuat kita terdorong untuk berbuat baik. Tidak sedikit seorang yang tadinya baik menjadi rusak karena lingkungan. Lingkungan yang saling mendukung kebaikan akan tercipta kebiasaan berbuat baik secara istiqamah (konsisten).

Ketiga, bahwa kesigapan melakukan kebaikan harus didukung dengan kesungguhan.

C. Etos Kerja Dalam al-Qur’an maupun hadis, banyak ditemukan literatur yang memerintahkan seorang muslim untuk bekerja dalam rangka memenuhi dan melengkapi kebutuhan duniawi. Salah satu perintah Allah kepada umat-Nya untuk bekerja termaktub dalam Q.S. at-Taubah/9:105 berikut ini. 

 وَقُلِ ٱعْمَلُوا۟ فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُۥ وَٱلْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ 

 Artinya: “Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang maha mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S. at-Taubah/9: 105) 

Q.S. at-Taubah/9: 105 menjelaskan, bahwa Allah Swt. memerintahkan kepada kita untuk semangat dalam melakukan amal saleh sebanyak-banyaknya. Allah Swt. akan melihat dan menilai amal-amal tersebut. Pada akhirnya, seluruh manusia akan dikembalikan kepada Allah Swt. dengan membawa amal perbuatannya masing-masing. Mereka yang berbuat baik akan diberi pahala atas perbuatannya itu. Mereka yang berbuat jahat akan diberi siksaan atas perbuatan yang telah mereka lakukan selama hidup di dunia. Ayat di atas juga menjelaskan bahwa Allah Swt. memerintahkan kita untuk bekerja, dan Allah Swt. pasti membalas semua yang telah kita kerjakan. Hal yang perlu diperhatikan dalam ayat ini adalah penegasan Allah Swt. bahwa motivasi atau niat bekerja itu mestilah benar. Umat Islam dianjurkan agar tidak hanya merasa cukup dengan melakukan “tobat” saja, tetapi harus dibarengi dengan usaha-usaha untuk melakukan perbuatan terpuji yang lainnya, seperti menunaikan zakat, membantu orangorang yang membutuhkan pertolongan, menyegerakan untuk mengerjakan ṡalat, saling menasihati teman dalam hal kebenaran dan kesabaran, dan masih banyak lagi usaha-usaha lain yang sangat terpuji. Semua itu dilakukan atas dasar taat dan patuh kepada perintah Allah Swt. dan yakin bahwa Allah Swt. pasti menyaksikan itu.

D. Menerapkan Perilaku Mulia 
Perilaku mulia (ketaatan) yang perlu dilestarikan adalah seperti berikut. 

1. Selalu menaati perintah Allah Swt. dan rasul-Nya, serta meninggalkan larangan-Nya, baik di waktu lapang maupun di waktu sempit. 
2. Merasa menyesal dan takut apabila melakukan perilaku yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. 
3. Menaati dan menjunjung tinggi aturan-aturan yang telah disepakati, baik di rumah, di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. 
4. Menaati pemimpin selagi perintahnya sesuai dengan tuntunan dan syariat agama. 
5. Menolak dengan cara yang baik apabila pemimpin mengajak kepada kemaksiatan. 

 Perilaku mulia (kompetisi dalam kebaikan) yang perlu dilestarikan adalah seperti berikut. 
1. Meyakini bahwa hidup itu perjuangan dan di dalam perjuangan ada kompetisi. 
2. Berkolaborasi dalam melakukan kompetisi agar pekerjaan menjadi ringan, mudah, dan hasilnya maksimal. 
3. Dalam berkolaborasi, semuanya diniatkan ibadah, semata-mata mengharap riḍa Allah Swt. 
4. Selalu melihat sesatu dari sisi positif, tidak memperbesar masalah perbedaan, tetapi mencari titik persamaan. 
5. Ketika mendapatkan keberhasilan, tidak tinggi hati; ketika mendapatkan kekalahan, ia selalu sportif dan berserah diri kepada Allah Swt. (tawakkal). 

 Perilaku mulia (etos kerja) yang perlu dilestarikan adalah seperti berikut. 
1. Meyakini bahwa dengan kerja keras, pasti ia akan mendapatkan sesuatu yang diinginkan (“man jada wa jada” - Siapa yang giat, pasti dapat). 
2. Melakukan sesuatu dengan prinsip: “Mulai dari diri sendiri, mulai dari yang terkecil, dan mulai dari sekarang.” 
3. Pantang menyerah dalam melakukan suatu pekerjaan.

Tidak ada komentar